Featured Post

Keluarga Bahagia dan Ikhlas Bahagia

بِسْــــــمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْم Betapa banyak orang yang kesepian di tengah hiruk pikuk keramaian bukan karena tak punya keluarga, sahabat atau handai taulan. Namun kurang baiknya hubungan dengan mereka, ada jarak, sekat hati yang memisahkan karena atas nama harga diri, ego, rasa malu ataupun individualisme yang dominan di kota-kota besar. Ada orang - orang shaleh yang namanya diabadikan dalam kitab suci. Allah memuliakan keluarga Imron dan keluarga Ibrahim, demikian pula 'ayah' Luqman bersama anak-anaknya dalam nasehat kebaikan yang terbaik.

Perbedaan Pendapat Tentang Hari Penyembelihan

بِسْــــــمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْم

Perbedaan Pendapat Para Ulama

Qurban menurut agama yaitu, "Usaha pendekatan diri dari seorang hamba kepada Penciptanya dengan jalan menyembelih binatang ternak dan dilaksanakan dengan tuntunan, dalam rangka mencari ridla-Nya

Tentang hari penyembelihan qurban, di kalangan ulama terjadi perbedaan pendapat. Hal ini karena tidak adanya nash yang jelas, baik di dalam Al-Qur’an maupun dari hadits yang shahih.

Pendapat para ulama tersebut sebagai berikut :
1. Hari penyembelihan adalah 1 hari (tanggal 10 Dzulhijjah).
Diriwayatkan dari Ibnu Sirin, bahwasanya ia berkata, “Al-Adlhaa (hari penyembelihan) adalah satu hari, yaitu hari Nahr, hari tanggal 10 bulan Dzulhijjah. [Al-Istidzkaar juz 15, hal. 200, no. 21579]
2. Hari penyembelihan di kota-kota adalah 1 hari, sedangkan di Mina selama 3 hari.
Dari Sa’id bin Jubair dan Jabir bin Zaid, bahwasanya keduanya berkata, “An-Nahr (hari penyembelihan) di kota-kota adalah satu hari, sedangkan di Mina selama tiga hari. [Al-Istidzkaar juz 15, hal. 201, no. 21580; Al-Mughni juz 3, hal. 454]
Catatan :
Imam Ibnu ‘Abdil Barr (penyusun Kitab Al-Istidzkaar, wafat tahun 463 H) dan Imam Ibnu Qudamah (penyusun Kitab Al-Mughni, wafat tahun 630 H) menyebutkan riwayat dari Sa’id bin Jubair dan Jabir bin Zaid sebagaimana tersebut di atas. Namun Imam Asy-Syaukaniy (penyusun Kitab Nailul Authaar, wafat tahun 1250 H) menyebutkan riwayat Sa’id bin Jubair dan Jabir bin Zaid sebagai berikut : Berkata Sa’id bin Jubair dan Jabir bin Zaid : Sesungguhnya waktunya (penyembelihan) adalah hari Nahr saja untuk penduduk kota-kota, dan hari-hari tasyriq untuk penduduk desa-desa. (lihat Nailul Authaar juz 5, hal. 142).
3. Hari penyembelihan adalah selama bulan Dzulhijjah.
Imam Al-Qadli ‘Iyaadl menyebutkan dari sebagian ‘ulama bahwa waktunya penyembelihan adalah selama dalam bulan Dzulhijjah. [Nailul Authaar juz 5, hal. 142]
4. Hari penyembelihan adalah 3 hari (tanggal 10, 11 dan 12 Dzulhijjah)
Imam Malik, Abu Hanifah, Ats-Tsauriy (dan shahabat-shahabatnya) berpendapat, Al-Adlha (hari penyembelihan) adalah tiga hari, yaitu Nahr dan dua hari sesudahnya. Dan berpendapat seperti itu pula Imam Ahmad bin Hanbal.
Imam Ahmad berkata, “Hari penyembelihan adalah tiga hari. Hari Nahr dan dua hari sesudahnya (berdasarkan bukan hanya dari seorang saja dari shahabat Nabi SAW). [Al-Istidzkaar juz 15, hal. 201, no. 21581-21583]
5. Hari penyembelihan adalah 4 hari (tgl 10, 11, 12 dan 13 Dzulhijjah)
Al-Auza’iy, Imam Syafi’iy dan shahabat-shahabatnya berkata, “Hari penyembelihan adalah empat hari, yaitu hari Nahr dan hari-hari tasyriq semunya, yaitu tiga hari sesudah hari Nahr.
Dan itu juga merupakan pendapatnya Ibnu Syihab Az-Zuhriy, ‘Atha’ dan Al-Hasan. [Al-istidzkaar juz 15, hal. 202, no. 21586-21587]
Demikianlah pendapat para ‘ulama tentang hari penyembelihan qurban. Walloohu a’lam.

Keterangan :
Pendapat yang mengatakan bahwa hari penyembelihan itu selama 4 hari (hari Nahr dan hari-hari tasyriq beralasan dengan hadits sebagai berikut :
Berdasar riwayat dari Sulaiman Ibnu Musa dari Jubair Ibnu Muth'im bahwa Nabi SAW bersabda :

كُلُّ اَيَّامِ التَّشْرِيْقِ ذَبْحٌ. احمد 5: 618، رقم: 16751
Setiap hari Tasyriq itu adalah hari menyembelih. [HR.Ahmad juz 5, hal. 618, no. 16751]

Dan riwayat lain dari Ali RA yang semakna dengan yang tersebut diatas sebagai berikut :

اَيَّامُ النَّحْرِ يَوْمُ اْلاَضْحَى وَ ثَلاَثَةُ اَيَّامٍ بَعْدَهُ. فى نيل الاوطار 5: 142
Hari menyembelih itu ialah Hari Raya 'Iedul Adlha dan tiga hari sesudahnya. [Dalam Nailul Authar juz 5, hal. 142]

Tetapi hadits riwayat Ahmad tersebut munqathi’, karena Sulaiman bin Musa tidak bertemu dengan Jubair bin Muth’im. Lagi pula Sulaiman bin Musa diperselisihkan tentang tsiqatnya.

Tentang Sulaiman bin Musa ini penjelasannya sebagai berikut :
Sulaiman bin Musa Al-Qurasyiy Al-Umawiy Al-Asydaq, ahli fiqhnya penduduk Syam pada zamannya, dan disepakati oleh para ‘ulama bahwasanya ia adalah seorang paling pandai dari penduduk Syam setelah Makhuul, Ibnu Ma’in menganggapnya tsabit, begitu pula Ibnu Hibban dan Adz-Dzahabiy, tetapi Bukhari berkata, “Padanya ada hadits-hadits munkar”. An-Nasaa’iy berkata, “Ia adalah seorang ahli fiqh, tetapi tidak kuat dalam hadits. Ibnu ‘Adiy meletakkan permasalahannya, ia berkata, “Dia adalah seorang ahli fiqh, seorang perawi, menceritakan dari nya orang-orang tsiqat, dan dia merupakan‘ulama ahli Syam, tetapi dia telah meriwayatkan hadits-hadits yang bersendirian dengan riwayat itu yang tidak diriwayatkan oleh lainnya. Dan dia menurutku, tsabit shaduuq (bisa dipercaya dan jujur). [Tentang Sulaiman bin Musa, bisa dibaca pada Tahdzibul Tahdzib juz 4, hal. 197, no. 387; Sairu a’laamin nubalaa’ juz 5, hal. 433, no. 193]. 
Abu ‘Umar (Ibnu ‘Abdil Barr] berkata : Hujjah (alasan) bagi orang yang berpendapat dengan pendapat ini adalah hadits dari Jubair bin Muth’im, dari Nabi SAW bahwasanya beliau bersabda, “Setiap tempat di Makkah adalah tempat menyembelih, dan semua hari-hari tasyriq adalah (waktu) penyembelihan. Hadits ini diriwayatkan dari Sulaiman bin Musa, dari Ibnu Abi Husein, dari Nafi’ bin Jubair (bin Muth’im dari ayahnya), dan diriwayatkan darinya secara munqathi’ dan muttashil.

Hadits itu juga menjadi goncang (muththarib) dikarenakan tentang Ibnu Abi Husein dan Sulaiman bin Musa, meskipun beliau salah seorang Imam penduduk Syam tentang ‘ilmu, tetapi menurut mereka beliau buruk hafalannya.

Oleh karena itu terkadang dikatakan darinya (Sulaiman bin Musa), dari ‘Abdur Rahman bin Abi Husein, dari Nafi’ bin Jubair bin Muth’im, dan terkadang Nafi’ bin Jubair tidak disebutkan. [Al-Istidzkaar juz 15, hal. 203, no. 21604-21607]

Ibnu ‘Abdil Barr juga berkata : Tidak benar menurut saya tentang masalah ini melainkan dua pendapat.
Pertama, pedapatnya Imam Malik dan penduduk Kuufah, yaitu hari penyembelihan adalah pada hari Nahr dan dua hari sesudahnya. 
Kedua, pendapatnya Imam Syafi’iy dan penduduk Syam, hari penyembelihan adalah pada hari Nahr dan tiga hari sesudahnya.
Dan inilah dua pendapat yang telah diriwayatkan dari beberapa orang dari (shahabat Nabi SAW).

Dan tidak ada perbedaan dari seorangpun dari para shahabat yang menyelisihi dari dua pendapat ini, maka tidak ada artinya kita sibuk dengan pendapat-pendapat yang menyelisihi dari kedua pendapat (shahabat) tersebut, karena apa yang menyelisihi dari kedua pendapat itu tidak ada asalnya di dalam sunnah, dan bukan pula pendapat shahabat, dan apa yang keluar dari kedua pendapat ini haruslah ditinggalkan (karena adanya dua pendapat tersebut). [Al-Istidzkaar juz 15, hal. 205, no. 21609-21613] Walloohu ‘alam.

Catatan :
Pendapat para shahabat tersebut sebagai berikut :
  • Abu Hurairah dan Anas bin Maalik, diriwayatkan pendapatnya, hari penyembelihan adalah 3 hari.
  • Abu Sa’id Al-Khudriy, diriwayatkan pendapatnya, hari penyembelihan adalah 4 hari.
  • Sedangkan ‘Aliy bin Abu Thalib, Ibnu ‘Abbas dan Ibnu ‘Umar, ada diriwayatkan mereka itu pendapatnya 3 hari, dan ada pula diriwayatkan pendapat mereka itu 4 hari. Walloohu a’lam.

Tentang Takbir setelah shalat wajib di hari tasyriq

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص يُكَبّرُ فِي صَلاَةِ اْلفَجْرِ يَوْمَ عَرَفَةَ اِلىَ صَلاَةِ اْلعَصْرِ مِنْ آخِرِ اَيَّامِ التَّشْرِيْقِ حِيْنَ يُسَلّمُ مِنَ اْلمَكْتُوْبَاتِ. الدارقطنى 2: 49
Dari Jabir bin ‘Abdullah, ia berkata : Dahulu Rasulullah SAW bertakbir pada shalat Shubuh hari ‘Arafah (tgl. 9 Dzulhijjah) sampai pada shalat ‘Ashar akhir hari tasyriq setelah salam dari shalat-shalat wajib. [HR. Daruquthni juz 2, hal. 49, no. 27, dla’if, karena dalam sanadnya ada perawi bernama ‘Amr bin Syamir]

سُبْحَانَكَ اللّهُمَّ وَ بِحَمْدِكَ اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اَنْتَ اَسْتَغْفِرُكَ وَ اَتُوْبُ اِلَيْكَ

Tren Blog

Hadits Tentang Larangan Berbuat Zina

Perintah Orang Tua Yang Tidak Boleh Ditaati

Hadits Tentang Walimah

Hadits Tentang Khitan

Shalat Sunnah Intidhar

Blog Populer

Hadits Tentang Larangan Berbuat Zina

Hadits Tentang Shalat (Kewajiban Shalat)

Hadits Tentang Khitan