Featured Post

Keluarga Bahagia dan Ikhlas Bahagia

بِسْــــــمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْم Betapa banyak orang yang kesepian di tengah hiruk pikuk keramaian bukan karena tak punya keluarga, sahabat atau handai taulan. Namun kurang baiknya hubungan dengan mereka, ada jarak, sekat hati yang memisahkan karena atas nama harga diri, ego, rasa malu ataupun individualisme yang dominan di kota-kota besar. Ada orang - orang shaleh yang namanya diabadikan dalam kitab suci. Allah memuliakan keluarga Imron dan keluarga Ibrahim, demikian pula 'ayah' Luqman bersama anak-anaknya dalam nasehat kebaikan yang terbaik.

Hadits Tentang Li'an Suami Istri Melakukan Li'an

بِسْــــــمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْم

Tentang Li’an sebagaimana dalam firman Allah SWT sebagai berikut :

suami istri melakukan li'an
وَ الَّذِيْنَ يَرْمُوْنَ اَزْوَاجَهُمْ وَ لَمْ يَكُنْ لَّهُمْ شُهَدَآءُ اِلاَّ اَنْفُسُهُمْ فَشَهَادَةُ اَحَدِهِمْ اَرْبَعُ شَهدتٍ بِاللهِ اِنَّه لَمِنَ الصّدِقِيْنَ. وَ اْلخَامِسَةُ اَنَّ لَعْنَتَ اللهِ عَلَيْهِ اِنْ كَانَ مِنَ اْلكذِبِيْنَ. النور:6-7
Dan orang-orang yang menuduh istrinya berzina, padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar. Dan (sumpah) yang kelima, bahwa la’nat Allah atasnya, jika dia termasuk orang-orang yang berdusta. [QS. An-Nuur : 6-7]

وَ يَدْرَؤُا عَنْهَا اْلعَذَابَ اَنْ تَشْهَدَ اَرْبَعَ شَهدتٍ بِاللهِ اِنَّه لَمِنَ اْلكذِبِيْنَ. وَ اْلخَامِسَةَ اَنَّ غَضَبَ اللهِ عَلَيْهَا اِنْ كَانَ مِنَ الصّدِقِيْنَ. النور:8-9
Dan istrinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah, sesungguhnya suaminya itu benar-benar termasuk orang-orang yang dusta. Dan (sumpah) yang kelima, bahwa murka Allah atasnya, jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar. [QS. An-Nuur : 8-9]

Hadits-hadits Nabi SAW :

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رض اَنَّ هِلاَلَ بْنَ اُمَيَّةَ قَذَفَ امْرَأَتَهُ فَجَاءَ فَشَهِدَ وَ النَّبِيُّ ص يَقُوْلُ: اِنَّ اللهَ يَعْلَمُ اَنَّ اَحَدَكُمَا كَاذِبٌ، فَهَلْ مِنْكُمَا تَائِبٌ ثُمَّ قَامَتْ فَشَهِدَتْ. البخارى 6: 178
Dari Ibnu ‘Abbas RA, bahwasanya Hilal bin Umayyah menuduh istrinya berbuat zina, lalu ia datang (kepada Nabi SAW) dan bersaksi (bersumpah). Dan Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah mengetahui bahwa salah satu diantara kalian berdua adalah bohong. Maka apakah diantara kalian mau bertaubat?”. Kemudian wanita itu berdiri, dan iapun bersaksi (bersumpah). [HR. Bukhari juz 6, hal. 178]

عَنِ ابْنِ شِهَابٍ اَنَّ سَهْلَ بْنَ سَعْدٍ السَّاعِدِيَّ اَخْبَرَهُ اَنَّ عُوَيْمِرًا الْعَجْلاَنِيَّ جَاءَ اِلَى عَاصِمِ بْنِ عَدِيّ اْلاَنْصَارِيّ فَقَالَ لَهُ: يَا عَاصِمُ، اَرَأَيْتَ رَجُلاً وَجَدَ مَعَ امْرَأَتِهِ رَجُلاً، اَيَقْتُلُهُ فَتَقْتُلُوْنَهُ اَمْ كَيْفَ يَفْعَلُ؟ سَلْ لِيْ يَا عَاصِمُ عَنْ ذلِكَ. فَسَأَلَ عَاصِمٌ رَسُوْلَ اللهِ ص عَنْ ذلِكَ، فَكَرِهَ رَسُوْلُ اللهِ ص الْمَسَائِلَ وَ عَابَهَا حَتَّى كَبُرَ عَلَى عَاصِمٍ مَا سَمِعَ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ ص. فَلَمَّا رَجَعَ عَاصِمٌ اِلَى اَهْلِهِ جَاءَهُ عُوَيْمِرٌ فَقَالَ: يَا عَاصِمُ، مَاذَا قَالَ لَكَ رَسُوْلُ اللهِ ص؟ فَقَالَ عَاصِمٌ لِعُوَيْمِرٍ: لَمْ تَأْتِنِيْ بِخَيْرٍ، قَدْ كَرِهَ رَسُوْلُ اللهِ ص الْمَسْأَلَةَ الَّتِيْ سَأَلْتُهُ عَنْهَا. فَقَالَ عُوَيْمِرٌ: وَ اللهِ لاَ اَنْتَهِيْ حَتَّى اَسْأَلَهُ عَنْهَا. فَاَقْبَلَ عُوَيْمِرٌ حَتَّى جَاءَ رَسُوْلَ اللهِ ص وَسَطَ النَّاسِ فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ اَرَأَيْتَ رَجُلاً وَجَدَ مَعَ امْرَأَتِهِ رَجُلاً اَيَقْتُلُهُ فَتَقْتُلُوْنَهُ اَمْ كَيْفَ يَفْعَلُ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: قَدْ اُنْزِلَ فِيْكَ وَفِي صَاحِبَتِكَ فَاذْهَبْ فَأْتِ بِهَا. قَالَ سَهْلٌ فَتَلاَعَنَا وَ اَنَا مَعَ النَّاسِ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ ص. فَلَمَّا فَرَغَا مِنْ تَلاَعُنِهِمَا قَالَ عُوَيْمِرٌ: كَذَبْتُ عَلَيْهَا يَا رَسُوْلَ اللهِ، اِنْ اَمْسَكْتُهَا فَطَلَّقَهَا ثَلاَثًا قَبْلَ اَنْ يَأْمُرَهُ رَسُوْلُ اللهِ ص. قَالَ ابْنُ شِهَابٍ: فَكَانَتْ سُنَّةَ الْمُتَلاَعِنَيْنِ. البخارى 6: 178
Dari Ibnu Syihab, bahwasanya Sahl bin Sa’ad As-Saa’idiy memberitahukan kepadanya, bahwasanya ‘Uwaimir Al-‘Ajlaniy datang kepada ‘Aashim bin ‘Adiy Al-Anshariy, lalu ia berkata kepadanya, “Ya ‘Aashim, bagaimana pendapatmu apabila ada seorang laki-laki yang mendapati istrinya bersama laki-laki lain, apakah ia boleh membunuhnya sehingga kalian akan membunuh orang tersebut, atau bagaimana ia harus berbuat?. Hai ‘Aashim, tanyakanlah tentang hal itu untuk diriku!”. Kemudian ‘Aashim menanyakan hal itu kepada Rasulullah SAW, maka Rasulullah SAW tidak suka kepada pertanyaan tersebut dan beliau mencelanya, sehingga berat terasa pada ‘Aashim karena mendengar dari Rasulullah SAW tersebut . Setelah ‘Aashim kembali kepada keluarganya, maka ‘Uwaimir datang kepadanya lalu bertanya, “Ya Aashim, bagaimana yang dikatakan Rasulullah SAW kepadamu?”. Jawab ‘Aashim kepada ‘Uwaimir, “Pertanyaan itu tidak mendatangkan kebaikan kepadaku, sungguh Rasulullah SAW tidak suka kepada pertanyaan yang aku tanyakan kepada beliau”. Kemudian ‘Uwaimir berkata,“Demi Allah, aku tidak akan berhenti sehingga menanyakan hal itu kepada beliau”. Kemudian ‘Uwaimir berangkat sehingga datang kepada Rasulullah SAW, pada waktu itu beliau sedang berada di tengah-tengah orang banyak, lalu ‘Uwaimir bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana pendapat engkau apabila ada seorang laki-laki mendapati istrinya sedang bersama laki-laki lain, apakah boleh ia membunuh laki-laki tersebut sehingga kalian membunuh suami itu, atau bagaimana yang harus ia perbuat?”. Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh telah diturunkan (wahyu) tentang dirimu dan istrimu, maka pergilah dan bawalah istrimu kemari”. Sahl berkata : Lalu kedua suami-istri itu melakukan li’an, sedangkan saya pada waktu itu bersama orang banyak berada di sisi Rasulullah SAW. Setelah suami-istri tersebut selesai melakukan li’an ‘Uwaimir berkata, “Aku berdusta terhadapnya, ya Rasulullah, jika saya tetap menahannya (sebagai istri)”. Lalu ia menceraikannya tiga sebelum Rasulullah SAW menyuruhnya. Ibnu Syihab berkata, “Maka dipisahkannya suami-istri itu merupakan ketentuan bagi mereka yang melakukan li’an”. [HR. Bukhari juz 6, hal. 178]

عَنْ سَعِيْدِ بْنِ جُبَيْرٍ قَالَ: سُئِلْتُ عَنِ الْمُتَلاَعِنَيْنِ فِيْ اِمْرَةِ مُصْعَبٍ اَيُفَرَّقُ بَيْنَهُمَا، قَالَ: فَمَا دَرَيْتُ مَا اَقُوْلُ فَمَضَيْتُ اِلَى مَنْزِلِ ابْنِ عُمَرَ بِمَكَّةَ، فَقُلْتُ لِلْغُلاَمِ اِسْتَأْذِنْ لِيْ، قَالَ: اِنَّهُ قَائِلٌ، فَسَمِعَ صَوْتِيْ، قَالَ: اِبْنُ جُبَيْرٍ؟ قُلْتُ: نَعَمْ. قَالَ: اُدْخُلْ، فَوَ اللهِ مَا جَاءَ بِكَ هذِهِ السَّاعَةَ اِلاَّ حَاجَةٌ. فَدَخَلْتُ فَاِذَا هُوَ مُفْتَرِشٌ بَرْذَعَةً مُتَوَسّدٌ وِسَادَةً حَشْوُهَا لِيفٌ. قُلْتُ: اَبَا عَبْدِ الرَّحْمنِ، اْلمُتَلاَعِنَانِ اَيُفَرَّقُ بَيْنَهُمَا؟ قَالَ: سُبْحَانَ اللهِ، نَعَمْ. اِنَّ اَوَّلَ مَنْ سَأَلَ عَنْ ذلِكَ فُلاَنُ بْنُ فُلاَنٍ. قَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، اَرَأَيْتَ اَنْ لَوْ وَجَدَ اَحَدُنَا امْرَأَتَهُ عَلَى فَاحِشَةٍ كَيْفَ يَصْنَعُ؟ اِنْ تَكَلَّمَ تَكَلَّمَ بِاَمْرٍ عَظِيْمٍ. وَ اِنْ سَكَتَ سَكَتَ عَلَى مِثْلِ ذلِكَ. قَالَ: فَسَكَتَ النَّبِيُّ ص، فَلَمْ يُجِبْهُ. فَلَمَّا كَانَ بَعْدَ ذلِكَ اَتَاهُ فَقَالَ: اِنَّ الَّذِيْ سَأَلْتُكَ عَنْهُ قَدْ اُبْتُلِيْتُ بِهِ. فَاَنْزَلَ اللهُ عَزَّ وَ جَلَّ هؤُلاَءِ اْلايتِ فِي سُورَةِ النُّورِ. (وَالَّذِيْنَ يَرْمُوْنَ اَزْوَاجَهُمْ) فَتَلاَهُنَّ عَلَيْهِ وَ وَعَظَهُ وَ ذَكَّرَهُ وَ اَخْبَرَهُ اَنَّ عَذَابَ الدُّنْيَا اَهْوَنُ مِنْ عَذَابِ اْلآخِرَةِ. قَالَ: لاَ، وَ الَّذِيْ بَعَثَكَ بِاْلحَقّ، مَا كَذَبْتُ عَلَيْهَا. ثُمَّ دَعَاهَا فَوَعَظَهَا وَ ذَكَّرَهَا وَ اَخْبَرَهَا اَنَّ عَذَابَ الدُّنْيَا اَهْوَنُ مِنْ عَذَابِ اْلآخِرَةِ. قَالَتْ: لاَ، وَ الَّذِيْ بَعَثَكَ بِاْلحَقّ، اِنَّهُ لَكَاذِبٌ. فَبَدَأَ بِالرَّجُلِ، فَشَهِدَ اَرْبَعَ شَهَادَاتٍ بِاللهِ اِنَّهُ لَمِنَ الصَّادِقِيْنَ وَ اْلخَامِسَةُ اَنَّ لَعْنَةَ اللهِ عَلَيْهِ اِنْ كَانَ مِنَ الْكَاذِبِيْنَ. ثُمَّ ثَنَّى بِاْلمَرْأَةِ، فَشَهِدَتْ اَرْبَعَ شَهَادَاتٍ بِاللهِ اِنَّهُ لَمِنَ الْكَاذِبِيْنَ وَ اْلخَامِسَةُ اَنَّ غَضَبَ اللهِ عَلَيْهَا اِنْ كَانَ مِنَ الصَّادِقِيْنَ. ثُمَّ فَرَّقَ بَيْنَهُمَا. مسلم 2: 1130
Dari Sa’id bin Jubair, ia berkata : Aku pernah ditanya di masa pemerintahan Mush’ab (bin Zubair) tentang suami-istri yang melakukan li’an, apakah keduanya itu harus dipisahkan. (Ia berkata) : Maka aku tidak tahu apa yang harus aku katakan, lalu aku pergi ke rumah Ibnu ‘Umar di Makkah, aku berkata kepada anak lelaki yang di rumahnya, “Izinkanlah aku untuk bertemu dengannya”. Ia menjawab, “ Ia sedang tidur siang”. Lalu ia mendengar suaraku, ia bertanya, “Ibnu Jubair?”. Aku menjawab, “Ya”. Ia berkata, “Masuklah. Demi Allah, tidaklah membuatmu datang kemari di saat seperti ini, kecuali ada perlu“. Lalu aku masuk. Ternyata ia sedang tiduran dengan bertikar alas pelana dan memakai bantal yang isinya sabut. Aku berkata, “Hai Abu Abdurrahman, apakah suami istri yang telah berli’an itu harus diceraikan antara keduanya?”. Ia menjawab, “Subhaanallooh, ya!. Sesungguhnya pertama kali orang yang bertanya tentang hal itu adalah Fulan bin Fulan”. Ia bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana pendapat engkau kalau salah seorang di antara kami mendapati istrinya berbuat zina, apa yang harus ia lakukan? Jika ia berbicara berarti berbicara tentang urusan besar dan jika ia diam berarti ia mendiamkan perkara besar juga”. Ibnu Umar berkata, “Maka Nabi SAW diam, tidak menjawabnya”. Kemudian ia datang lagi kepada Nabi SAW lalu berkata, “Sesungguhnya yang saya tanyakan kepada engkau menimpa diriku sendiri”. Lalu Allah ‘Azza wa Jalla menurunkan ayat-ayat dalam surat An-Nuur “Dan orang-orang yang menuduh istri-istrinya (berzina) ....”. Kemudian Nabi SAW membacakan ayat-ayat tersebut kepadanya dan menasehatinya serta mengingatkannya dan memberitahu, bahwa adzab di dunia itu lebih ringan daripada adzab di akhirat. Lalu orang itu berkata, “Tidak ! Demi Tuhan yang mengutusmu dengan benar, aku tidak berdusta tentang istriku”. Kemudian Nabi SAW memanggil istri orang itu lalu menasehatinya, mengingatkannya dan memberitahu, bahwa adzab di dunia itu lebih ringan daripada adzab di akhirat. Wanita itu berkata, “Tidak! Demi Tuhan yang mengutusmu dengan benar, suamiku itu dusta”. Lalu Nabi SAW memulai dari si laki-laki. Maka laki-laki itu bersumpah dengan nama Allah empat kali bahwa dia sungguh di pihak yang benar, dan ke limanya semoga la’nat Allah menimpa kepadanya jika ia berdusta. Lalu Rasulullah SAW beralih kepada si wanita, kemudian wanita itu bersaksi dengan nama Allah empat kali bahwa sesungguhnya suaminya itu berdusta, dan kelimanya semoga murka Allah ditimpakan kepadanya jika suaminya itu benar. Lalu beliau menceraikan keduanya. [HR. Muslim juz 2, hal. 1130]

قَالَ عَمْرٌو: سَمِعْتُ سَعِيْدَ بْنَ جُبَيْرٍ قَالَ: سَأَلْتُ ابْنَ عُمَرَ عَنِ اْلمُتَلاَعِنَيْنِ فَقَالَ: قَالَ النَّبِيُّ ص لِلْمُتَلاَعِنَيْنِ: حِسَابُكُمَا عَلَى اللهِ اَحَدُكُمَا كَاذِبٌ لاَ سَبِيْلَ لَكَ عَلَيْهَا قَالَ: مَالِي، قَالَ: لاَ مَالَ لَكَ، اِنْ كُنْتَ صَدَقْتَ عَلَيْهَا فَهُوَ بِمَا اسْتَحْلَلْتَ مِنْ فَرْجِهَا، وَ اِنْ كُنْتَ كَذَبْتَ عَلَيْهَا فَذَاكَ اَبْعَدُ لَكَ. البخارى 6: 180
Berkata ‘Amr, saya mendengar Sa’id bin Jubair berkata : Saya pernah bertanya kepda Ibnu ‘Umar tentang suami-istri yang melakukan li’an, maka ia berkata : Nabi SAW bersabda kepada suami-istri yang melakukan li’an, “Hisab kalian berdua terserah kepada Allah, (yang jelas) salah satu diantara kalian berdua telah berdusta, tidak ada jalan bagimu untuk kembali kepadanya”. Lalu yang laki-laki berkata, “Lalu hartaku (apakah dikembalikan kepadaku)?”. Nabi SAW bersabda,“Tidak ada harta bagimu, jika kamu benar (dalam tuduhanmu) terhadap istrimu, maka harta itu sebagai imbalan bahwa kamu telah menghalalkan farjinya, tetapi jika kamu bohong (dalam tuduhanmu), maka yang demikian itu lebih jauh lagi bagimu”. [HR. Bukhari juz 6, hal. 180]

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص لِلْمُتَلاَعِنَيْنِ: حِسَابُكُمَا عَلَى اللهِ اَحَدُكُمَا كَاذِبٌ لاَ سَبِيْلَ لَكَ عَلَيْهَا. قَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَا لِى؟ قَالَ: لاَ مَالَ لَكَ، اِنْ كُنْتَ صَدَقْتَ عَلَيْهَا فَهُوَ بِمَا اسْتَحْلَلْتَ مِنْ فَرْجِهَا، اِنْ كُنْتَ كَذَبْتَ عَلَيْهَا فَذَاكَ اَبْعَدُ لَكَ مِنْهَا. مسلم 2: 1131
Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata : Rasulullah saw pernah bersabda kepada suami istri yang melakukan li’an. “Hisab kalian terserah kepada Allah, salah satu diantara kalian berdua ada yang dusta, tidak ada jalan lagi bagimu (kembali) kepadanya”. Si suami bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana hartaku (maharku)?”. Rasulullah SAW menjawab, “Tidak ada harta bagimu, sebab jika engkau benar dan (istrimu salah), maka itu sebagai imbalan bahwa kamu telah menghalalkan dari farjinya dan jika engkau berdusta, maka lebih jauh lagi hakmu atas harta itu”. [HR Muslim juz 2, hal. 1131].


سُبْحَانَكَ اللّهُمَّ وَ بِحَمْدِكَ اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اَنْتَ اَسْتَغْفِرُكَ وَ اَتُوْبُ اِلَيْكَ

Tren Blog

Hadits Tentang Larangan Berbuat Zina

Perintah Orang Tua Yang Tidak Boleh Ditaati

Hadits Tentang Walimah

Hadits Tentang Khitan

Shalat Sunnah Intidhar

Blog Populer

Hadits Tentang Larangan Berbuat Zina

Hadits Tentang Shalat (Kewajiban Shalat)

Hadits Tentang Khitan