Featured Post

Keluarga Bahagia dan Ikhlas Bahagia

بِسْــــــمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْم Betapa banyak orang yang kesepian di tengah hiruk pikuk keramaian bukan karena tak punya keluarga, sahabat atau handai taulan. Namun kurang baiknya hubungan dengan mereka, ada jarak, sekat hati yang memisahkan karena atas nama harga diri, ego, rasa malu ataupun individualisme yang dominan di kota-kota besar. Ada orang - orang shaleh yang namanya diabadikan dalam kitab suci. Allah memuliakan keluarga Imron dan keluarga Ibrahim, demikian pula 'ayah' Luqman bersama anak-anaknya dalam nasehat kebaikan yang terbaik.

Hadits Tentang I'tikaf

بِسْــــــمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْم

Tentang I’tikaf
Tata Cara Iktikaf, beri'tikaf di bulan ramadhan, cara i'tikaf untuk wanita
Iktikaf

I'tikaf secara bahasa berarti menetap pada sesuatu. Sedangkan secara syar'i, i'tikaf berarti berdiam diri di masjid dengan mengharap keridhoan Allah swt dengan syarat-syarat tertentu. Sebagaimana dijelaskan dalam beberapa hadits dibawah ini :


وَ لاَ تُبَاشِرُوْهُنَّ وَ اَنْتُمْ عَاكِفُوْنَ فِي اْلمَسَاجِدِ، تِلْكَ حُدُوْدُ اللهِ فَلاَ تَقْرَبُوْهَا البقرة: 187
janganlah kamu campuri mereka (istri-istrimu), sedang kamu beriktikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. [QS. Al-Baqarah: 187]


عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: اَلسُّنَّةُ عَلَى اْلمُعْتَكِفِ اَنْ لاَ يَعُوْدَ مَرِيْضًا وَ لاَ يَشْهَدَ جَنَازَةً وَ لاَ يَمَسَّ امْرَأَةً وَ لاَ يُبَاشِرَهَا، وَ لاَ يَخْرُجَ لِحَاجَةٍ اِلاَّ لِمَا لاَ بُدَّ مِنْهُ. ابو داود، فى نيل الاوطار 4: 298
Dari ‘Aisyah, ia berkata, “Menurut sunnah, bahwa orang i‘tikaf itu tidak menjenguk orang sakit, tidak melayat, tidak menyentuh wanita, tidak mengumpulinya, dan tidak keluar (dari tempat i’tikaf) untuk sesuatu keperluan, kecuali sesuatu yang ia harus melakukannya”. [HR. Abu Dawud, dalam Nailul Authar juz 4, hal. 298]

عَنْ عَائِشَةَ رض قَالَتْ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص اِذَا دَخَلَ اْلعَشْرُ اَحْيَا اللَّيْلَ وَ اَيْقَظَ اَهْلَهُ وَ شَدَّ اْلمِئْزَرَ. البخارى و مسلم
Dari ‘Aisyah RA, ia berkata, “Adalah Rasulullah SAW apabila memasuki malam-malam sepuluh (akhir Ramadlan) beliau menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya, dan mengencangkan ikat pinggang (bersungguh-sungguh beribadah)”. [HR. Bukhari dan Muslim]

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رض قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَعْتَكِفُ اْلعَشْرَ اْلاَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ. البخارى و مسلم
Dari Ibnu ‘Umar RA, ia berkata, “Adalah Rasulullah SAW beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadlan”. [HR. Bukhari dan Muslim]

عَنْ عَائِشَةَ رض قَالَتْ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَعْتَكِفُ فِى كُلّ رَمَضَانَ وَ اِذَا صَلَّى اْلغَدَاةَ دَخَلَ مَكَانَهُ الَّذِى اعْتَكَفَ فِيْهِ قَالَ: فَاسْتَأْذَنَتْهُ عَائِشَةُ اَنْ تَعْتَكِفَ فَاَذِنَ لَهَا فَضَرَبَتْ فِيْهِ قُبَّةً فَسَمِعَتْ بِهَا حَفْصَةُ فَضَرَبَتْ قُبَّةَ وَ سَمِعَتْ زَيْنَبُ بِهَا فَضَرَبَت قُبَّةً اُخْرَى. فَلَمَّا انْصَرَفَ رَسُوْلُ اللهِ ص مِنَ اْلغَدِ اَبْصَرَ اَرْبَعَ قِبَابٍ فَقَالَ: مَا هذَا؟ فَاُخْبِرَ خَبَرَهُنَّ فَقَالَ: مَا حَمَلَهُنَّ عَلَى هذَا آلْبِرُّ اِنْزَعُوْهَا فَلاَ اُرَاهَا فَنُزِعَتْ فَلَمْ يَعْتَكِفْ فِى رَمَضَانَ حَتَّى اعْتَكَفَ فِى اخِرِ اْلعَشْرِ مِنْ شَوَّالٍ. البخارى 2: 259
Dari ‘Aisyah RA, ia berkata : Dahulu Rasulullah SAW beri’tikaf pada setiap bulan Ramadlan. Setelah shalat Shubuh beliau masuk ke tempat i’tikafnya. (Perawi) berkata : Lalu ‘Aisyah minta ijin kepada beliau untuk beri’tikaf, maka beliau mengijinkannya. Kemudian ‘Aisyah membuat kemah. Kemudian Hafshah mendengar hal itu, lalu ia pun membuat kemah. Kemudian Zainab juga mendengar hal itu, maka iapun membuat kemah. Setelah Rasulullah SAW selesai shalat Shubuh, maka beliau melihat ada empat kemah, lalu beliau bertanya, “Ada apa ini ?”. Lalu beliau diberitahu bahwa itu adalah kemah-kemah istri-istri beliau. Lalu beliau bertanya, “Apa yang mendorong mereka berbuat demikian ? Apakah yang demikian itu kebaikan ? Bongkarlah kemah-kemah itu, karena aku melihatnya bukanlah kebaikan”. Lalu kemah-kemah itu dibongkar, dan beliau tidak jadi beri’tikaf Ramadlan (tahun itu), sehingga beliau beri’tikaf pada sepuluh hari akhir di bulan Syawwal. [HR. Bukhari juz 2, hal. 259]

Keterangan :
Di dalam riwayat lain disebutkan “sehingga beriktikaf sepuluh hari yang awwal di bulan Syawwal”. Di dalam riwayat yang lain lagi disebutkan, “Sehingga beliau beri’tikaf sepuluh hari di bulan Syawwal”, walloohu a’lam.

عَنْ عَائِشَةَ رض اَنَّ النَّبِيَّ ص كَانَ يَعْتَكِفُ اْلعَشْرَ اْلاَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللهُ تَعَالَى، ثُمَّ اعْتَكَفَ اَزْوَاجُهُ بَعْدَهُ. البخارى و مسلم
Dari ‘Aisyah RA, bahwasanya Nabi SAW beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadlan sehingga Allah mewafatkannya, kemudian istri-istri beliau beri’tikaf sesudahnya”. [HR. Bukhari dan Muslim]

عَنْ عَائِشَةَ اَنَّ النَّبِيَّ ص اِعْتَكَفَ وَ مَعَهُ بَعْضُ نِسَائِهِ وَ هِيَ مُسْتَحَاضَةٌ تَرَى الدَّمَ، فَرُبَّمَا وَضَعَتِ الطَشْتَ تَحْتَهَا مِنَ الدَّمِ. البخارى فى يل الاوطار 4: 301
Dari ‘Aisyah bahwasanya Nabi SAW beri’tikaf, dan beri’tikaf pula sebagian dari istri-istri beliau, padahal pada waktu itu ia sedang istihadhah, ia melihat darah. Kadangkala ia meletakkan bejana di bawahnya karena darah istihadhah itu. [HR. Bukhari, dalam Nailul Authar juz 2, hal. 301]

عَنْ اَنَسٍ قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ ص يَعْتَكِفُ اْلعَشْرَ اْلاَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ فَلَمْ يَعْتَكِفْ عَامًا. فَلَمَّا كَانَ فِى اْلعَامِ اْلمُقْبِلِ اِعْتَكَفَ عِشْرِيْنَ. احمد و الترمذى و صححه، فى نيل الاوطار 4: 295
Dari Anas, ia berkata : Adalah Nabi SAW biasa i’tikaf pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadlan, dan beliau pernah satu tahun tidak beri’tikaf padanya.. Kemudian tahun berikutnya beliau beri’tikaf selama dua puluh hari. [HR, Ahmad dan Tirmdzi dan ia menshahihkannya, dalam Nailul Authar juz 4, hal. 295]

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ ص يَعْتَكِفُ فِى كُلّ رَمَضَانَ عَشْرَةَ اَيَّامٍ. فَلَمَّا كَانَ اْلعَامُ الَّذِى قُبِضَ فِيْهِ اعْتَكَفَ عِشْرِيْنَ يَوْمًا. البخارى
Dari Abu Hurairah RA, ia berkata, “Adalah Nabi SAW beri’tikaf pada setiap Ramadlan selama sepuluh hari. Maka ketika pada tahun dimana beliau wafat, beliau beri’tikaf selama dua puluh hari”. [HR. Bukhari]

عَنْ عَائِشَةَ اَنَّهَا كَانَتْ تُرَجّلُ النَّبِيَّ ص وَ هِيَ حَائِضٌ، وَ هُوَ مُعْتَكِفٌ فِى اْلمَسْجِدِ. وَ هِيَ فِى حُجْرَتِهَا يُنَاوِلُهَا رَأْسَهُ. وَ كَانَ لاَ يَدْخُلُ اْلبَيْتَ اِلاَّ لِحَاجَةِ اْلاِنْسَانِ اِذَا كَانَ مُعْتَكِفًا. متفق عليه، فى نيل الاوطار 4: 297
Dari ‘Aisyah, bahwasanya ia pernah menyisir (rambut) Nabi SAW, padahal ia sedang haidl, dan Nabi SAW sedang I’tikaf di masjid. Pada waktu itu ‘Aisyah di dalam kamarnya, dan Nabi SAW menjulurkan kepalanya ke kamar ‘Aisyah. Dan adalah Nabi SAW apabila sedang I’tikaf, beliau tidak pernah masuk ke rumah kecuali kalau untuk menunaikan hajat”. [HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim, dalam Nailul Authar juz 4, hal. 297]


سُبْحَانَكَ اللّهُمَّ وَ بِحَمْدِكَ اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اَنْتَ اَسْتَغْفِرُكَ وَ اَتُوْبُ اِلَيْكَ

Tren Blog

Hadits Tentang Larangan Berbuat Zina

Hadits Tentang Walimah

Perintah Orang Tua Yang Tidak Boleh Ditaati

Hadits Tentang Khitan

Hadits-hadits Tentang Taubat

Blog Populer

Hadits Tentang Larangan Berbuat Zina

Hadits Tentang Shalat (Kewajiban Shalat)

Hadits Tentang Khitan